Jakarta, Tarakan Indonesia.Com. – Pemerintah Indonesia, melalui Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP″ Taskin), tengah melakukan perubahan besar-besaran dalam sistem penyaluran bantuan sosial (bansos). Langkah ini, yang diumumkan oleh Kepala BP Taskin, Budiman Sudjatmiko, bertujuan untuk menggeser fokus dari pemberian bantuan langsung tunai (BLT) semata menjadi program pemberdayaan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Kebijakan ini memicu perdebatan dan diskusi hangat di kalangan masyarakat dan para ahli, Sabtu, (12/7)
BP Taskin, atau Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, merupakan lembaga pemerintah yang dibentuk untuk mempercepat upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Lembaga ini memiliki peran strategis dalam merumuskan kebijakan, mengkoordinasikan program, dan mengawasi pelaksanaan program-program pengentasan kemiskinan di seluruh Indonesia.
BP Taskin bekerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait, serta melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dan sektor swasta. Pembentukan BP Taskin didasarkan pada kesadaran akan perlunya pendekatan yang lebih terintegrasi dan terkoordinasi dalam mengatasi masalah kemiskinan yang kompleks di Indonesia.
Lembaga ini dibekali dengan kewenangan dan sumber daya untuk merancang dan mengimplementasikan strategi pengentasan kemiskinan yang inovatif dan efektif. Salah satu fokus utama BP Taskin adalah mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin melalui program-program pelatihan keterampilan, akses permodalan, dan pengembangan usaha.
Menurut Budiman, bansos selama ini hanya bertindak sebagai “pelampung sementara,” tidak mampu mengatasi akar permasalahan kemiskinan. Oleh karena itu, pemerintah berencana untuk merevisi skema penyaluran bansos secara menyeluruh. Ke depannya, bansos akan lebih tertarget dan diberikan secara eksklusif kepada kelompok masyarakat yang benar-benar rentan dan membutuhkan bantuan jangka panjang karena keterbatasan fisik dan mental.
Kelompok penerima bansos akan dibatasi pada lansia (lanjut usia), penyandang disabilitas, dan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa). Kelompok masyarakat miskin yang masih produktif dan mampu bekerja akan dialihkan ke program pemberdayaan ekonomi yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menghasilkan pendapatan sendiri. Langkah ini, menurut pemerintah, akan lebih efektif dalam mengurangi angka kemiskinan secara permanen.
Anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk bansos yang lebih luas akan dialihkan untuk mendanai program-program pemberdayaan ekonomi di sembilan sektor strategis. Sektor-sektor tersebut meliputi:
1. Pangan: Meningkatkan produktivitas pertanian dan akses ke sumber pangan.
2. Pengolahan: Mengembangkan industri pengolahan hasil pertanian dan perkebunan.
3. Kesehatan: Meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan, termasuk pelatihan tenaga kesehatan.
4. Pendidikan: Meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi untuk meningkatkan keterampilan kerja.
5. Hunian: Membangun dan memperbaiki rumah layak huni bagi masyarakat miskin.
6. Industri Kreatif: Mengembangkan potensi ekonomi kreatif dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).
7. Digital: Meningkatkan literasi digital dan akses teknologi informasi untuk membuka peluang ekonomi baru.
8. Transportasi: Meningkatkan aksesibilitas dan infrastruktur transportasi untuk mendukung kegiatan ekonomi.
9. Energi Terbarukan: Mengembangkan potensi energi terbarukan dan menciptakan lapangan kerja di sektor ini.
Pemerintah juga telah menyelesaikan draf Rencana Induk Pengentasan Kemiskinan (RIPK) 2025-2029. RIPK ini merupakan kerangka kerja nasional untuk penanggulangan kemiskinan secara terstruktur dan berkelanjutan. Dokumen ini disusun dengan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait, termasuk Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas. RIPK diharapkan mampu menjadi panduan dalam implementasi program-program pemberdayaan ekonomi dan memastikan keberlanjutan upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Meskipun kebijakan ini mendapat dukungan dari sebagian masyarakat, beberapa kekhawatiran juga muncul. Akurasi data penerima bansos dan kesiapan program alternatif menjadi sorotan utama. Pemerintah perlu memastikan bahwa data penerima bansos akurat dan program pemberdayaan ekonomi yang ditawarkan benar-benar efektif dan mampu menjangkau masyarakat yang membutuhkan.
Transisi dari sistem bansos lama ke sistem baru juga perlu dilakukan secara bertahap dan terencana untuk meminimalisir dampak negatif bagi masyarakat. Peran serta masyarakat sipil dan pengawasan publik sangat penting untuk memastikan keberhasilan program ini, (DN)
Penulis : DN
Editor : Syam