Dari Jalan ke Demokrasi: Warga Prancis Menciptakan Ruang Baru

- Jurnalis

Senin, 15 September 2025 - 19:17 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penulis : Agus Budi Rachmanto, M.Sc

Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada

Member of Asia Pacific Network of Science & Technology Centres (ASPAC)

ADVERTISEMENT

iklan

SCROLL TO RESUME CONTENT

Yogjakarta, Tatakan Indonesia, – Di jalan-jalan Prancis, ribuan orang menutup akses, menghentikan arus transportasi, melumpuhkan denyut ekonomi kota. Slogan yang terdengar keras adalah satu: “Blokir Semua”. Namun, lebih dari sekadar protes atas kebijakan pemerintah, aksi ini menjadi cermin kegelisahan kolektif, tentang masa depan, tentang representasi, bahkan tentang makna demokrasi itu sendiri.

Prancis adalah negeri dengan warisan panjang revolusi. Namun setiap kali rakyat turun ke jalan, pertanyaan reflektif yang muncul selalu sama: apakah ini tanda lahirnya tatanan baru, atau sekadar lingkaran protes yang berulang?

1. Krisis Legitimasi dan Kehampaan Representasi

Teori politik Jürgen Habermas tentang krisis legitimasi membantu kita membaca gejolak ini. Di mata banyak warga, institusi demokrasi tidak lagi mampu merepresentasikan aspirasi. Parlemen dianggap jauh, elit politik semakin terasing, dan kebijakan publik kerap terasa melayani logika kapitalisme global dibanding kebutuhan rakyat sehari-hari.

Di sini, blokade jalan dan lumpuhnya kota menjadi bukan hanya strategi, tetapi simbol: rakyat mengambil kembali ruang publik sebagai forum deliberasi alternatif. Namun refleksinya, apakah forum jalanan mampu menggantikan institusi formal? Atau justru mempercepat runtuhnya kepercayaan sosial?

Baca Juga :  Ketua PWM Lampung Tandatangani Kerja SamaPercepatan Pendaftaran Tanah Wakaf; MENTERI ATR/BPN PUJI MUHAMMADIYAH DALAM PENGELOLAHAN ASET WAKAF

2. Blokade sebagai Eksperimen Demokrasi Radikal

Jika menggunakan kerangka Manuel Castells tentang network society, aksi ini bisa dibaca sebagai eksperimen demokrasi radikal. Gerakan massa tidak lagi bergantung pada serikat formal atau partai, tetapi tumbuh dari jejaring digital dan solidaritas spontan.

Di sisi lain, blokade juga dapat dipahami sebagai upaya rakyat “menghentikan waktu.” Seakan-akan dengan melumpuhkan mobilitas kota, mereka menunda laju kapitalisme yang terlalu cepat menggerus ruang sosial. Pertanyaan kontemplatifnya: apakah jeda ini hanya sekejap, atau bisa melahirkan visi alternatif tentang kehidupan bersama?

3. Antara Revolusi Baru dan Kekacauan Tanpa Ujung

Antonio Gramsci menyebut masa krisis sebagai interregnum, masa ketika yang lama belum mati, dan yang baru belum lahir. Prancis kini berada dalam interregnum itu. Blokade bisa menjadi awal lahirnya tatanan politik baru, tetapi bisa pula membuka ruang bagi populisme sayap kanan yang menawarkan kepastian semu di tengah kekacauan.

Di sinilah sisi provokatifnya: apakah rakyat sedang menyiapkan Revolusi Prancis abad ke-21, atau sekadar mengundang regresi politik menuju otoritarianisme?

Baca Juga :  Indonesia Terang: Strategi Komprehensif untuk Pengentasan 10.068 Desa Tanpa Listrik

4. Melampaui Dualitas Lama

Michel Foucault mengingatkan kita bahwa kekuasaan tidak hanya ada di tangan negara, melainkan menyebar dalam relasi sehari-hari. Dengan demikian, “Blokir Semua” bukan sekadar rakyat melawan negara, tetapi rakyat merebut kembali hak mengatur ritme kota, ruang, dan mobilitas.

Refleksi yang lebih dalam mengajak kita melampaui dualitas lama: rakyat versus negara, kapitalisme versus sosialisme. Masa depan Prancis mungkin tidak lagi ditentukan oleh ideologi klasik, tetapi oleh keberanian menciptakan narasi baru: solidaritas ekologis, distribusi keadilan, dan redefinisi tentang apa arti kemajuan.

5. Penutup: Pertaruhan Masa Depan

Aksi “Blokir Semua” bukan hanya perlawanan, tetapi pertaruhan masa depan Prancis. Ia membuka ruang refleksi: apakah Prancis akan kembali menjadi pionir demokrasi partisipatif yang segar, atau tenggelam dalam spiral protes dan kelelahan sosial?

Pertanyaan mendasarnya tetap menggantung:

Apakah blokade ini tanda kelahiran, atau sekadar jeritan terakhir sebelum runtuhnya imajinasi politik?

Mungkin di situlah kekuatan kontemplatifnya, bahwa di tengah jalan yang terblokir, ada ruang kosong yang menunggu diisi: ruang untuk menata ulang arah bangsa.

Editor : Ansyori Ali Akbar

Follow WhatsApp Channel tarakanindonesia.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Persepsi Negara – Negara di Kawasan Asia Pasifik Terhadap Ancaman Militer China Pasca Perang Dingin ___
Golkar Lampung Timur Buktikan Komitmen di HUT ke-61: Dari Ziarah Hingga Ribuan Paket Sembako 
Partai Golkar Way Kanan Ziarah ke Makam Pahlawan, Semangat HUT ke-61 Berkobar  
DPD Partai Golkar Tanggamus Gelar Ziarah ke Makam Pahlawan, Ketua DPD Heri Ermawan Pimpin Langsung
7 Fakta Menarik tentang Jogja Cultural Wellness Festival 2025 yang Bakal Bikin Kamu Penasaran!
Golkar Tanggamus Salurkan 1.000 Paket Sembako di Kantor DPD dan Kecamatan Talang Padang
Sadar Risiko, Siap Layanan: Sosialisasi Standar Usaha Jasa Pariwisata Risiko Menengah Tinggi di Pantai Glagah
Meniti Pusaka Leluhur: Pesan Damai dari Para Sultan

Berita Terkait

Rabu, 22 Oktober 2025 - 05:26 WIB

Persepsi Negara – Negara di Kawasan Asia Pasifik Terhadap Ancaman Militer China Pasca Perang Dingin ___

Selasa, 21 Oktober 2025 - 19:50 WIB

Golkar Lampung Timur Buktikan Komitmen di HUT ke-61: Dari Ziarah Hingga Ribuan Paket Sembako 

Senin, 20 Oktober 2025 - 21:34 WIB

Partai Golkar Way Kanan Ziarah ke Makam Pahlawan, Semangat HUT ke-61 Berkobar  

Senin, 20 Oktober 2025 - 20:47 WIB

DPD Partai Golkar Tanggamus Gelar Ziarah ke Makam Pahlawan, Ketua DPD Heri Ermawan Pimpin Langsung

Sabtu, 18 Oktober 2025 - 05:05 WIB

Golkar Tanggamus Salurkan 1.000 Paket Sembako di Kantor DPD dan Kecamatan Talang Padang

Berita Terbaru