Oleh Ansyori Ali Akbar
|Minggu.01.06.2025|Pukul.05.27.wib.|Opini
Lampung, Tarakan Indonesia –Mentari senja perlahan merangkak meninggalkan cakrawala, meninggalkan semburat jingga yang memudar di ufuk barat. Di atas meja kayu usang di sebuah rumah sederhana di pinggiran Bandar Lampung, tergeletak sebutir nasi.
Bukan sembarang nasi, melainkan sebutir nasi yang jatuh, terlepas dari genggaman tangan yang gemetar menahan lapar.
Bayangan seorang anak kecil, mungkin berusia tujuh tahun, terbayang jelas. Pipinya yang tirus, mata yang sayu, dan pakaian yang kusam seakan menceritakan kisah kelaparan yang telah lama membayangi hidupnya.
Sebutir nasi, bagi kita mungkin hanya remah yang tak berarti, namun bagi anak itu, ia adalah anugerah terindah.
Nasi itu jatuh, menggelinding pelan di atas meja yang berdebu. Detik-detik yang terasa begitu panjang, seakan waktu berhenti sejenak. Hati anak itu berdebar, antara harap dan cemas.
Apakah ia akan menemukannya kembali? Apakah ia masih berhak menikmati sebutir nasi itu ?
Dengan hati-hati, tangan mungilnya meraih sebutir nasi itu. Debu halus menempel, namun anak itu tak peduli. Ia membawa sebutir nasi itu ke bibirnya, dan perlahan-lahan memakannya.
Bukan sekadar makan, melainkan sebuah ritual syukur yang teramat dalam. Setiap kunyahan terasa begitu berharga, setiap bulir nasi bagaikan emas murni yang meleleh di lidahnya.
Di matanya, berkilauan air mata yang bukan air mata kesedihan, melainkan air mata syukur yang membuncah. Sebutir nasi, menjadi lambang harapan, lambang kehidupan, lambang kasih sayang Tuhan yang tak pernah putus.
Dalam kesederhanaan itu, tersimpan makna yang begitu mendalam, sebuah pelajaran hidup yang tak ternilai harganya.
Sebutir nasi, yang bagi sebagian orang mungkin tak lebih dari sekadar makanan, bagi anak itu, ia adalah syair kehidupan yang terukir dalam kesederhanaan, mengajarkan kita arti syukur dalam setiap helaan nafas.
Di setiap bulir nasi, tersimpan rahasia langit, sebuah pesan bisu tentang anugerah dan kelimpahan yang patut kita syukuri selamanya.
Semoga setiap gigitan nasi yang kita nikmati, selalu diiringi rasa syukur yang mendalam, dan kesadaran akan saudara-saudara kita yang masih kelaparan.
Penulis : Ansyori Ali Akbar
Editor : Syam
Sumber Berita: https://tarakanindonesia.com/sebutir-nasi-sejuta-rasa-syukur/