Teheran , Tarakan Indonesia.com. – Dunia terpaku. Bukan pada pertunjukan akrobat udara atau festival musik megah, melainkan pada sebuah ancaman yang jauh lebih mengerikan: penutupan Selat Hormuz. Keputusan parlemen Iran yang kontroversial ini, diambil sebagai respons atas serangan udara AS terhadap fasilitas nuklirnya, bukan sekadar ancaman biasa. Ini adalah bom waktu yang siap meledak, mengancam untuk menghancurkan stabilitas ekonomi global dan menyeret dunia ke dalam pusaran konflik yang tak terbayangkan. Senin, (23/6/2025).
Bayangkan skenario terburuk: Selat Hormuz, jalur sempit yang menjadi urat nadi bagi sekitar 20-25% pasokan minyak mentah dunia, tiba-tiba terhenti. Armada tanker raksasa yang biasanya hilir mudik, mengangkut “emas hitam” yang menjadi penggerak mesin industri global, terhenti bak patung-patung mati di tengah laut. Bayangan krisis energi tahun 1970-an kembali menghantui, namun dengan skala yang jauh lebih dahsyat.
Bukan hanya harga bensin yang akan meroket seperti roket. Seluruh rantai pasokan global akan lumpuh. Bayangkan harga makanan, barang elektronik, bahkan pakaian melonjak tak terkendali. Inflasi akan melahap daya beli masyarakat. Pertumbuhan ekonomi dunia akan terhenti, bahkan mungkin jatuh ke dalam jurang resesi yang dalam dan gelap. Ketidakstabilan politik dan sosial akan menyebar bak virus mematikan, mengancam perdamaian dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, ancaman ini bukan hanya soal ekonomi. Ini juga tentang geopolitik. Selat Hormuz, selama ini, menjadi titik panas konflik yang rentan. Keputusan Iran ini telah meningkatkan tensi di kawasan Teluk Persia, memicu ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat yang sudah memanas sejak lama. Perang, meskipun belum terlihat di cakrawala, kini terasa begitu dekat, begitu nyata.
Kekhawatiran ini diperkuat oleh pernyataan tegas dari Javad Karimi-Ghodousi, anggota parlemen senior dari Komisi Keamanan Nasional Iran: “Setiap pelanggaran terhadap kedaulatan kami akan dibalas dengan tindakan strategis. Penutupan Selat Hormuz adalah hak Iran dalam mempertahankan harga dirinya.”
Amerika Serikat telah mengeluarkan peringatan keras, menyebut setiap upaya penutupan Selat Hormuz sebagai tindakan agresi yang akan dibalas dengan kekuatan penuh. Sementara itu, negara-negara pengimpor minyak utama, seperti China, Jepang, dan India, dibuat panik. Mereka mendesak semua pihak untuk menahan diri, menekankan pentingnya menjaga stabilitas jalur perdagangan energi global. Namun, desakan-desakan tersebut terasa lemah di tengah ancaman nyata yang menggantung di udara.
Militer Iran, di tengah ketegangan yang meningkat, telah meningkatkan kesiapsiagaan armada laut dan rudal pantainya di sekitar Selat Hormuz. Meskipun belum ada tindakan fisik seperti penempatan ranjau laut atau penghalangan kapal tanker, tekanan dan ketegangan di kawasan tersebut semakin mencekam. Setiap detik terasa begitu menegangkan.
Dunia kini berada di ujung tanduk. Keputusan parlemen Iran, meskipun belum final karena masih menunggu persetujuan dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran dan Ayatollah Ali Khamenei, telah menimbulkan bayang-bayang ketakutan yang mendalam. Apakah ancaman ini akan menjadi kenyataan? Apakah dunia akan menghadapi kiamat energi? Pertanyaan-pertanyaan ini masih menggantung, menciptakan ketidakpastian dan ketakutan yang mencekam. Waktu terus berjalan, dan dunia menunggu dengan nafas tertahan.
Penulis : Ansyori Ali Akbar
Editor : Aan
Sumber Berita: Sumber: Theguardian & NYPost